Wakil Ketua Umum Golkar mengungkap kekhawatiran terhadap rencana pembentukan koalisi permanen partai politik yang dianggap dapat membatasi ruang gerak parpol dan demokrasi. Simak analisis dan reaksi terkait isu ini.
1. Konteks dan Pernyataan Waketum Golkar
Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Azis Syamsuddin, menyatakan kekhawatiran terhadap wacana pembentukan koalisi permanen antar partai politik di Indonesia. Menurutnya, koalisi permanen dapat membatasi fleksibilitas dan otonomi parpol dalam menentukan sikap politik, sehingga berpotensi menghambat dinamika demokrasi yang sehat. (Detik News, 2025)
Azis menegaskan bahwa demokrasi ideal menuntut adanya ruang dialog dan kompetisi antar parpol yang dinamis, bukan keterikatan yang terlalu kaku melalui koalisi permanen. Ia mengingatkan agar koalisi jangan sampai menjadi jerat yang membelenggu partai-partai dalam mengambil keputusan yang sesuai aspirasi rakyat. (Kompas, 2025)
2. Argumen Waketum Golkar: Kekhawatiran Terhadap Koalisi Permanen
-
Mengurangi Kebebasan Politik: Azis menilai koalisi permanen akan memaksa parpol untuk selalu bersama, bahkan ketika kepentingan dan aspirasi kader berbeda. Hal ini bisa menyebabkan stagnasi politik dan berkurangnya kemampuan partai untuk merespon isu-isu strategis secara fleksibel.
-
Membatasi Otonomi Parpol: Dengan koalisi yang terlalu kaku, partai kehilangan ruang untuk bernegosiasi dan bersikap independen, yang penting untuk perkembangan demokrasi dan keseimbangan kekuasaan.
-
Risiko Fragmentasi Internal: Jika kader atau fraksi parpol merasa terkekang oleh koalisi permanen, ini bisa memicu konflik internal dan perpecahan.
Pendapat ini diungkapkan Azis dalam beberapa sesi diskusi politik dan wawancara dengan media nasional, di tengah rencana sejumlah parpol yang ingin membentuk koalisi jangka panjang jelang Pemilu 2029. (CNN Indonesia, 2025)
3. Respon dari Parpol Lain dan Pakar Politik
-
Partai Demokrat dan PAN menunjukkan sikap waspada terhadap wacana koalisi permanen. Mereka menilai pentingnya koalisi yang fleksibel agar parpol dapat menyesuaikan strategi sesuai perubahan politik dan aspirasi masyarakat. (Tribunnews, 2025)
-
Pengamat politik dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), Burhanuddin Muhtadi, mengingatkan bahwa koalisi permanen memiliki risiko mengurangi kontrol demokrasi internal partai. Namun, ia juga menilai koalisi permanen bisa efektif dalam menciptakan stabilitas pemerintahan jika dijalankan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. (Liputan6, 2025)
4. Koalisi Permanen: Tren Global dan Implikasinya di Indonesia
Secara global, koalisi permanen bukan hal asing di beberapa negara, terutama yang mengadopsi sistem parlementer. Namun, di Indonesia dengan sistem presidensial dan dinamika politik yang kompleks, konsep ini masih kontroversial dan memicu perdebatan.
Kritik utama terhadap koalisi permanen adalah potensi terjadinya oligarki politik dan hilangnya kompetisi sehat, sementara pendukungnya melihat hal ini sebagai solusi untuk stabilitas politik jangka panjang. (BBC Indonesia, 2025)
5. Apa yang Bisa Dilakukan?
Azis dan Golkar mendorong dialog lebih intensif antar parpol untuk mencari model koalisi yang seimbang: cukup kuat untuk mendukung pemerintahan, tapi cukup fleksibel untuk menjaga demokrasi hidup dan aspirasi rakyat tetap terwakili.
6. Kesimpulan
Kekhawatiran Waketum Golkar terhadap koalisi permanen adalah sinyal penting bagi dunia politik Indonesia agar tidak kehilangan fleksibilitas dan dinamika dalam berpolitik. Meski stabilitas diperlukan, demokrasi juga butuh ruang gerak dan kebebasan partai politik agar bisa berkembang sehat.
