Komisi II DPR RI telah menyepakati pembentukan Panitia Kerja (Panja) untuk penyusunan RUU Pemilu yang akan diawali pada awal tahun 2026. Pembahasan juga direncanakan menggabungkan RUU Pemilu, RUU Pilkada dan RUU Partai Politik melalui metode kodifikasi.
1. Latar Belakang
Penyusunan RUU Pemilu menjadi salah satu prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025‑2026. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia melalui Komisi II menyatakan siap memulai proses pembahasan awal tahun 2026. CNN Indonesia+1
Wakil Ketua Komisi II, Zulfikar Arse Sadikin, menyebut bahwa pembahasan akan menggunakan metode kodifikasi, di mana RUU Pemilu juga akan menggabungkan substansi dari Undang‑Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serta Undang‑Undang Partai Politik. detiknews+1
2. Kesepakatan Pembentukan Panja
-
Komisi II RI telah menyepakati bahwa pembentukan Panja akan dilakukan “begitu awal tahun 2026” saat masa sidang baru dimulai. kumparan+1
-
Panja tersebut akan memulai dengan inventarisasi masalah (DIM) dan draf akademik sebagai dasar pembahasan selanjutnya. JDIH DPR
-
Selain itu, Komisi II menegaskan bahwa proses pembahasan harus mendahului tahapan pemilu berikutnya agar regulasi baru bisa efektif di lapangan. kumparan
3. Ruang Lingkup Pembahasan
-
Metode kodifikasi: artinya beberapa UU yang selama ini terpisah akan “dikodif” atau digabung menjadi satu rangkaian UU, yakni UU Pemilu, UU Pilkada dan UU Parpol. CNN Indonesia+1
-
Fokus utama pembahasan meliputi: pengaturan sistem pemilihan (termasuk lokal dan nasional), penguatan kelembagaan pengawasan seperti Bawaslu, serta syarat pencalonan dan partisipasi politik. VOI
-
Komisi II menyatakan bahwa salah satu pendorong kodifikasi ini adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebut bahwa rezim pemilu dan pilkada sebaiknya satu kesatuan. detiknews
4. Dampak dan Implikasi
-
Bagi penyelenggaraan pemilu dan pilkada: regulasi yang terintegrasi dapat memperjelas tahapan, menghindari tumpang‑tindih dan memudahkan koordinasi antarlembaga.
-
Bagi partai politik, calon dan pemilih: potensi perubahan syarat dan aturan baru terbuka, misalnya syarat pendidikan minim, mekanisme pencalonan, dan pengawasan.
-
Bagi masyarakat sipil: proses pembahasan lebih awal memberikan ruang aspirasi dan pengawasan publik agar UU baru benar‑benar inklusif dan akuntabel.
5. Tantangan yang Mesti Diantisipasi
-
Waktu pembahasan yang terbatas menjadi tantangan supaya regulasi baru bisa selesai dan diberlakukan sebelum tahapan pemilu berikutnya.
-
Kompromi politik antarfraksi DPR dan antara DPR‑Pemerintah akan sangat menentukan kualitas hasil akhir draf RUU.
-
Pelibatan masyarakat dan transparansi proses pembahasan agar UU baru tidak hanya berubah secara formal tetapi juga memperkuat demokrasi substantif.
6. Kesimpulan
Komisi II DPR RI telah menyetujui pembentukan Panja untuk penyusunan RUU Pemilu yang direncanakan dimulai pada awal tahun 2026. Metode kodifikasi yang akan digunakan menunjukkan arah integrasi regulasi pemilihan. Proses ini memiliki potensi besar untuk memperkuat sistem pemilu dan pilkada di Indonesia — namun keberhasilan akhir akan sangat bergantung pada kecepatan, kualitas draf, dan partisipasi publik.
