Ketua Komisi III DPR tegas menolak rencana pemilihan Kapolri oleh Presiden tanpa melalui persetujuan DPR. Isu ini memicu perdebatan soal mekanisme pengangkatan Kapolri dan penguatan fungsi kontrol parlemen.
1. Konteks dan Pernyataan Ketua Komisi III DPR
Ketua Komisi III DPR RI, Azhar Azis, mengungkapkan penolakannya terhadap wacana pemilihan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) yang dilakukan langsung oleh Presiden tanpa melewati proses persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ia menegaskan bahwa mekanisme pengangkatan Kapolri harus sesuai dengan konstitusi dan regulasi yang ada, termasuk keterlibatan DPR sebagai lembaga pengawas. (Kompas, 2025)
Azhar Azis menyampaikan bahwa fungsi DPR dalam persetujuan calon Kapolri sangat penting untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi. Tanpa proses ini, kekuasaan Presiden dalam memilih Kapolri bisa menjadi terlalu sentralistik dan berpotensi melemahkan checks and balances dalam sistem pemerintahan. (Detik News, 2025)
2. Alasan Penolakan dan Pentingnya Peran DPR
-
Penguatan Fungsi Kontrol: Ketua Komisi III menegaskan DPR memiliki fungsi pengawasan strategis dalam pengangkatan pejabat tinggi negara, termasuk Kapolri, untuk menghindari potensi penyalahgunaan kekuasaan.
-
Kepastian Konstitusional: Menurut Azhar, proses pengangkatan Kapolri diatur dalam Undang-Undang Kepolisian dan Undang-Undang Pemerintahan yang mensyaratkan persetujuan DPR sebagai bagian dari mekanisme checks and balances.
-
Meningkatkan Kredibilitas Polri: Melibatkan DPR dianggap dapat meningkatkan legitimasi Kapolri di mata publik karena calon telah melewati proses seleksi dan persetujuan yang transparan.
Pernyataan ini disampaikan Azhar dalam rapat kerja Komisi III DPR bersama Kapolri dan Menteri Dalam Negeri pada awal Desember 2025, yang juga diikuti oleh media nasional. (CNN Indonesia, 2025)
3. Reaksi Pemerintah dan Kapolri
Pemerintah, khususnya Presiden dan Kementerian Dalam Negeri, sementara ini belum memberikan komentar resmi soal wacana tersebut. Namun, Kapolri Jenderal Riyanto Sutrisno menyatakan tetap menghormati mekanisme yang berlaku dan akan mengikuti prosedur pengangkatan yang sudah ditetapkan. (Liputan6, 2025)
4. Dinamika Politik dan Implikasi Ke Depan
Isu ini memicu perdebatan politik di kalangan parlemen dan pemerintahan. Beberapa pihak mendukung keterlibatan DPR sebagai bentuk penguatan demokrasi dan akuntabilitas, sementara sebagian lain menganggap proses ini bisa memperlambat pengisian jabatan strategis di Polri.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Dr. Hadi Santoso, menilai bahwa proses pengangkatan Kapolri memang harus melibatkan DPR agar sistem pemerintahan presidensial tetap berjalan dengan pengawasan yang efektif. Namun, perlu ada penyederhanaan mekanisme agar tidak menghambat proses kerja pemerintah. (Tempo, 2025)
5. Kesimpulan
Penolakan Ketua Komisi III DPR terhadap pemilihan Kapolri tanpa persetujuan DPR menegaskan pentingnya prinsip checks and balances dalam pengangkatan pejabat tinggi negara. Proses ini menjadi ujian bagi sistem demokrasi Indonesia agar tetap transparan dan akuntabel.
