Demokrat Setujui Wacana Soeharto dan Gus Dur Jadi Pahlawan

Partai Partai Demokrat menyatakan dukungannya terhadap usulan agar Soeharto dan Gus Dur dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, dengan alasan menghormati kontribusi historis keduanya meski wacana tersebut tetap menghadapi pro‑kontra.


Latar Belakang

Usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada mantan presiden Soeharto dan Gus Dur kembali mencuat tahun 2025 ketika Kementerian Sosial Republik Indonesia menyerahkan daftar puluhan nama calon kepada Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK). detikcom+2IDN Times+2
Wacana ini mendapat sorotan luas karena kedua sosok tersebut memiliki jejak sejarah yang kompleks dan kontras: Soeharto dikenal atas era pembangunan dan stabilitas, tetapi juga kontroversi pelanggaran hak asasi manusia; Gus Dur dikenal atas perjuangan demokrasi dan pluralisme, tetapi karier politiknya juga penuh tantangan.


Sikap Partai Demokrat

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan bahwa partainya mendukung penuh langkah negara untuk menghormati jasa‑jasa para pemimpin terdahulu, termasuk Soeharto dan Gus Dur. Dalam sebuah pernyataan yang dikutip oleh media, AHY mengatakan:

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pendahulunya. Gus Dur dan Pak Harto, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, telah memberikan sumbangsih luar biasa bagi Indonesia semasa hidupnya.” IDN Times
Media juga mencatat bahwa Partai Demokrat, dalam narasi koalisi pemerintahan saat ini, termasuk di antara partai yang “tak masalah” dengan usulan gelar pahlawan untuk Soeharto. IDN Times


Alasan yang Diajukan

Menurut pernyataan AHY dan bahan komunikasi partai:

  • Soeharto dianggap “tokoh pembangunan nasional” yang dalam massanya membuat negara mengalami kemajuan infrastruktur, pangan, dan stabilitas politik. IDN Times

  • Gus Dur dianggap sebagai simbol demokrasi dan pluralisme di Indonesia, yang memperjuangkan nilai‑nilai kebebasan dan toleransi. Kedai Kopi

  • Partai Demokrat melihat bahwa penghargaan terhadap jasa sejarah tidak mengabaikan kekurangan, tetapi lebih menekankan bahwa penghargaan bisa menjadi cara merekonsiliasi narasi sejarah secara lebih inklusif.


Pro‑Kontra dan Tantangan

Meskipun partai Demokrat mendukung wacana tersebut, sejumlah pihak tetap menolak atau meminta kajian yang lebih dalam:

  • Sebagian publik dan kelompok korban rezim Soeharto menolak pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto karena isu pelanggaran HAM dan korupsi. Kedai Kopi+1

  • Beberapa pihak menilai bahwa pemberian gelar pahlawan nasional haruslah melalui proses yang terbuka, objektif, dan mempertimbangkan semua aspek — bukan hanya sisi jasa. Pemerintah sendiri menegaskan bahwa proses tersebut “melalui pertimbangan-pertimbangan yang ada dari tim”. SiarIndo.com – Menyiarkan Indonesia+1


Implikasi Politik dan Kebangsaan

  • Sikap Partai Demokrat memperlihatkan bahwa penghargaan nasional terhadap tokoh sejarah bisa menjadi bagian dari strategi politik sekaligus kebijakan kebangsaan.

  • Jika gelar tersebut akhirnya diberikan, hal ini akan berdampak terhadap bagaimana generasi penerus memahami sejarah nasional — baik aspek pembangunan maupun pelanggaran yang muncul.

  • Dengan dukungan partai besar seperti Demokrat, peluang wacana tersebut untuk realisasi semakin terbuka, namun tetap harus melalui mekanisme resmi dan diterima masyarakat luas agar tidak memicu polarisasi yang lebih dalam.


Pelajaran Penting

  • Penghargaan seperti Pahlawan Nasional bukan sekadar simbol — ia menyiratkan bagaimana sebuah bangsa melihat masa lalunya: dari jasa, kontroversi, hingga pembelajaran.

  • Politik dan sejarah selalu saling terkait: partai politik mempunyai peran dalam menetapkan narasi nasional, tetapi harus berhati‑hati agar narasi tersebut inklusif dan akurat.

  • Proses pemberian gelar harus transparan dan mempertimbangkan berbagai perspektif agar tidak memperdalam retorika konflik sejarah.


Kesimpulan

Partai Demokrat menyatakan dukungan terhadap usulan agar Soeharto dan Gus Dur dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, dengan alasan menghormati kontribusi mereka bagi bangsa meskipun wacana tersebut tetap kontroversial. Pengambilan keputusan akhir akan menjadi tolok ukur bagaimana Indonesia menghargai jasa sejarah sambil mengelola kompleksitas narasinya.