Partai Demokrat kembali menolak wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD, dengan alasan mengancam kedaulatan rakyat dan menyinggung isu gaji dan insentif politik sebagai risiko tambahan yang tidak menyelesaikan akar persoalan seperti biaya politik tinggi.
1. Sikap Keras Demokrat Terhadap Usulan Pilkada Lewat DPRD
Partai Demokrat secara tegas menyatakan penolakannya atas wacana pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Penolakan ini muncul sebagai respons terhadap usulan yang digaungkan oleh beberapa pihak politik, termasuk dukungan yang disuarakan oleh Partai Golkar untuk mengubah mekanisme pemilihan daerah agar dilakukan melalui wakil rakyat di DPRD, bukan langsung oleh masyarakat umum. Wacana ini direncanakan dibahas dalam revisi Undang-Undang Pemilu yang masuk agenda legislasi berikutnya. Berita Nasional
Demokrat menilai sistem pemilihan langsung sudah menjadi simbol kedaulatan rakyat sejak era Reformasi 1998, dan setiap upaya mengubahnya menjadi pilihan DPRD berpotensi mengurangi suara rakyat dalam menentukan pemimpin lokal. Partai ini mengingatkan bahwa masalah dalam pilkada seperti biaya politik tinggi, money politics, atau ongkos kampanye bukan seharusnya dijawab dengan menghapus pemilihan langsung. CNN Indonesia
2. Singgungan Soal Gaji/Salary sebagai Sorotan Tambahan
Selain menolak aspek sistem pemilihan melalui DPRD, Demokrat juga mengangkat isu gaji dan insentif politik sebagai bagian dari kritik terhadap elite politik apabila sistem pilkada ditarik kembali ke DPRD. Dalam konteks perdebatan publik soal biaya politik, isu gaji dan tunjangan bagi pejabat legislatif dan politisi sering menjadi sorotan tajam masyarakat Indonesia.
Terutama setelah protes publik pada tahun 2025 yang mengkritik besarnya tunjangan dan gaji anggota parlemen yang dianggap terlalu tinggi dibanding rata-rata pendapatan masyarakat, pertanyaan tentang salary cap atau batas wajar gaji politisi menjadi tema diskusi yang dilekatkan ke kritik terhadap elit legislatif. Walaupun konteks protes tersebut bukan spesifik tentang Pilkada, hal ini mencerminkan sentimen publik yang sering dikaitkan dengan kekhawatiran Demokrat atas politik elit bila kewenangan pemilihan kepala daerah dipindahkan ke DPRD. CNN Indonesia+1
Demokrat memandang bahwa argumen penghematan anggaran pilkada tidak cukup kuat bila tidak diikuti penataan ulang sistem kompensasi politisi dan reformasi integritas politik secara menyeluruh. Usulan salary cap atau pengawasan ketat atas remunerasi pejabat publik bisa menjadi bagian dari perbaikan sistem politik, namun tidak seharusnya menjadi alasan untuk mengurangi hak suara rakyat. CNN Indonesia
3. Argumentasi Demokrat: Demokrasi, Biaya Politik & Integritas
Partai Demokrat berpendapat bahwa memang terdapat persoalan dalam pelaksanaan pilkada langsung — seperti biaya politik yang tinggi, praktik politik uang, dan perpecahan dukungan di tingkat akar rumput — tetapi solusi yang tepat bukanlah mengganti sistem menjadi pilihan DPRD. Demokrat menekankan bahwa akar masalah seperti politik uang dan biaya tinggi harus ditangani melalui penegakan hukum yang konsisten, transparansi pendanaan politik, serta reformasi sistem politik secara struktural, bukan dengan mengambil alih hak rakyat langsung menentukan pemimpin. CNN Indonesia
Pernyataan Demokrat ini konsisten dengan kritik publik lebih luas yang menilai bahwa penghapusan sistem pilkada langsung justru dapat memperkuat politik elit, bukan menyelesaikan persoalan yang selama ini menjadi kambing hitam dalam diskursus pilkada. www.jpnn.com
4. Respons Parpol Lain & Dinamika Publik
Penolakan terhadap usulan pemilihan kepala daerah lewat DPRD tidak hanya datang dari Demokrat. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) juga menyuarakan sikap serupa, menegaskan bahwa pilkada langsung adalah manifestasi kedaulatan rakyat dan pengembalian ke DPRD dipandang sebagai kemunduran demokrasi. Kritikan serupa menolak anggapan bahwa sistem DPRD bisa menyelesaikan biaya politik tinggi atau korupsi, karena mekanisme semacam itu justru mempersempit partisipasi publik. tirto.id
Selain itu, wakil masyarakat dan organisasi sipil juga mengkritik wacana itu dengan alasan mempersempit hak politik dan memperkuat dominasi elit legislatif. Sindonews Nasional
5. Ketegangan Isu Gaji & Kepercayaan Publik
Isu gaji politisi juga bukan hal baru di Indonesia. Pada Agustus 2025, terjadi protes besar di luar gedung DPR RI menuntut penurunan remunerasi anggota parlemen yang dianggap berlebihan dan tidak sebanding dengan kondisi ekonomi rakyat. Demonstran menuntut pemotongan gaji dan tunjangan legislatif, yang kemudian turut menjadi sorotan media sebagai bagian dari kritik terhadap elite politik secara umum — meskipun itu bukan spesifik terkait pilkada. Protes ini mencerminkan konteks luas ketidakpercayaan publik terhadap kompensasi elite dan praktik politik yang dianggap tidak selaras dengan kebutuhan masyarakat. South China Morning Post
Kaitan isu ini dengan perdebatan Demokrat adalah bahwa penolakan terhadap pemilihan melalui DPRD juga dipicu kekhawatiran bahwa sistem tersebut akan memperbesar political rent atau imbalan politik di tangan legislatif, termasuk risiko kenaikan gaji atau tunjangan tanpa akuntabilitas publik langsung. CNN Indonesia
6. Kesimpulan: Rakyat & Sistem Politik ke Depan
Partai Demokrat menegaskan sikapnya menolak keras usulan pemilihan kepala daerah melalui DPRD karena:
-
Mengancam kedaulatan rakyat dalam menentukan pemimpin lokal secara langsung. CNN Indonesia
-
Isu biaya politik tinggi tidak cukup dijawab dengan memindahkan mekanisme ke ruang legislatif. CNN Indonesia
-
Sentimen isu gaji dan elite politik menunjukkan kebutuhan reformasi yang lebih luas, bukan sekadar perubahan mekanisme pilihan. South China Morning Post
Debat ini tetap menjadi salah satu konflik utama dalam dinamika legislatif menjelang pembahasan omnibus law Pemilu, yang diperkirakan akan menentukan arah sistem demokrasi lokal Indonesia dalam beberapa tahun ke depan. Berita Nasional
