Koalisi Sipil Kecam Usul Pilkada DPRD Saat Bencana Nirempati

Organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi untuk Kodifikasi UU Pemilu mengecam usulan pemilihan kepala daerah (pilkada) lewat DPRD yang dibahas di tengah bencana alam seperti banjir dan longsor di Sumatra (disebut di laporan “Nirempati”), menilai gagasan itu tidak mencerminkan empati dan berpotensi mereduksi kedaulatan rakyat.


1. Latar: Diskursus Pilkada Via DPRD di Tengah Bencana

Di saat masyarakat Indonesia, terutama di wilayah Sumatra, masih berjuang menghadapi dampak banjir dan longsor yang luas, wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD kembali mencuat. Usulan ini mencuat setelah sejumlah elite politik — termasuk Partai Golkar dan dukungan dari beberapa fraksi — mendorong perubahan sistem pilkada dari langsung menjadi tidak langsung melalui DPRD. Hal ini dianggap koalisi sipil tidak sensitif terhadap kondisi rakyat yang sedang membutuhkan fokus negara terhadap penanganan bencana. law-justice.co

Menurut laporan, diskusi tentang pilkada via DPRD itu sempat dibahas di tengah perhatian publik terhadap bencana di Sumatra, yang oleh beberapa pihak diistilahkan dalam konteks “Nirempati” sebagai kondisi dimana prioritas rakyat berada pada keselamatan dan pemulihan. law-justice.co


2. Kritik Koalisi Sipil: Tak Ada Empati Rakyat

Koalisi yang terdiri lebih dari 10 organisasi masyarakat sipil, termasuk Perludem, Pusat Studi Konstitusi (Pusako) FH Universitas Andalas, Puskapol Universitas Indonesia, Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), dan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENet) — secara tegas menyatakan bahwa pembahasan soal pilkada via DPRD di saat penanganan bencana masih menjadi fokus utama adalah tindakan “nirempati” atau tidak berempati kepada kebutuhan dasar rakyat yang sedang menghadapi situasi sulit. law-justice.co

Peneliti Perludem, Haykal, menyampaikan bahwa ketika masyarakat memerlukan kepastian perlindungan, bantuan darurat, dan kehadiran negara dalam menangani bencana, perhatian elite politik yang sibuk mendiskusikan rekayasa politik justru menunjukkan ketidakpekaan terhadap realitas kemanusiaan masyarakat yang terdampak. IDN Times


3. Argumen Koalisi: Masalah Tata Kelola, Bukan Mekanisme

Koalisi sipil juga menekankan bahwa persoalan pokok yang sering dikaitkan dengan pilkada — seperti biaya kampanye tinggi, politik uang, dan isu integritas pemilu — bukanlah disebabkan oleh mekanisme pemilihan langsung itu sendiri, tetapi karena masalah tata kelola pemilu yang lemah, kurangnya transparansi pendanaan politik, dan praktek transaksional dalam proses pencalonan serta kampanye. law-justice.co+1

Dalam pernyataannya, koalisi menilai bahwa tingginya ongkos politik yang selama ini dikritik dalam Pilkada langsung lebih berkaitan dengan perilaku politik uang serta mahar politik selama pencalonan, bukan akibat pemilihan langsung. Oleh karena itu, mereka menilai bahwa perubahan sistem pilkada menjadi lewat DPRD bukan solusi yang tepat dalam menyelesaikan persoalan tersebut. law-justice.co


4. Dampak Potensial Usulan Pilkada DPRD

Koalisi menyatakan bahwa apabila logika “menghapus pemilihan langsung karena mahal” diikuti secara konsisten, bukan hanya pilkada yang berisiko berubah ke sistem tidak langsung, tetapi seluruh pemilu lainnya juga akan dipertanyakan dan terancam dialihkan ke sistem tak langsung. Hal ini dianggap berpotensi mengerosi kedaulatan rakyat dan membuka ruang untuk praktik politik yang kurang transparan di balik pintu DPRD. law-justice.co

Pernyataan tegas dari Koalisi untuk Kodifikasi UU Pemilu adalah bahwa mereka menolak wacana pengembalian Pilkada kepada DPRD, menegaskan bahwa solusi terhadap masalah politik uang dan biaya tinggi harus dicari melalui pembenahan tata kelola, regulasi yang lebih kuat, dan penegakan hukum yang ketat, bukan dengan mengubah mekanisme pemilihan rakyat. law-justice.co


5. Situasi Publik: Bencana vs Diskursus Politik

Kritik terhadap usulan pilkada via DPRD semakin kuat karena bergulirnya wacana tersebut bersamaan dengan penanganan dampak banjir dan longsor di Sumatra, yang memerlukan fokus penuh pemerintah dan dukungan publik. Koalisi menilai bahwa prioritas seharusnya diberikan pada penanganan efektif terhadap bencana alam, termasuk bantuan untuk korban, rehabilitasi infrastruktur, dan pemulihan ekonomi komunitas yang terdampak — bukan membahas perubahan sistem politik yang tidak mendesak saat ini. IDN Times

Situasi ini juga memunculkan sorotan dari berbagai pihak, termasuk akademisi dan masyarakat, bahwa diskursus politik seharusnya tidak mengalihkan perhatian dari pekerjaan besar penanggulangan krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung. Asia Pacific Solidarity


6. Kesimpulan: Kedaulatan Rakyat dan Tata Kelola Pemilu

Koalisi sipil menolak keras usulan pilkada via DPRD yang dibahas di tengah bencana Nirempati karena:

  • Diskusi politik tersebut dinilai tidak berempati kepada rakyat yang sedang menghadapi krisis banjir dan longsor. IDN Times

  • Persoalan mendasar dalam pilkada adalah tata kelola pemilu, praktik politik uang, dan regulasi yang lemah, bukan sistem pemilihan langsungnya. law-justice.co

  • Mengubah sistem menjadi lewat DPRD bisa mengurangi kedaulatan rakyat dan membuka ruang untuk politik transaksional yang kurang transparan. law-justice.co

Posisi ini mencerminkan tuntutan publik dan masyarakat sipil untuk memastikan demokrasi yang sehat tetap berjalan, sekaligus memprioritaskan penanganan masalah sosial dan bencana alam yang mendesak. law-justice.co